Di dalam beberapa naskah menyebutkan bahwa Arya Kanuruhan mendapat tugas
di Tangkas, dan Arya inilah yang mendirikan tempat pemujaan di Desa Tangkas,
guna memuja leluhur mereka yang ada di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah
Pura Kawitan Tangkas Kori Agung sekarang.
Demikianlah
ruang lingkup pcmbahasan kami dalam menyusun riwayat Arya Kanuruhan, sebagai
peletak batu pertama di Pura Kawitan Tangkas.
LELUHUR KELUARGA ARYA
KANURUHAN DI TANAH JAWA.
Untuk menelusuri leluhur keluarga Tangkas di tanah Jawa, kita tidak dapat lepas
dari kerajaan Kediri karena leluhur Tangkas ini dibesarkan di keraton Kediri.
Pada tahun 1222, maka memerintahlah raja Kediri yang terakhir yang
bernama Kertajaya sering disebut dangan nama Dandang Gendis Kemudian raja
Kertajaya mendapat serangan dari Ken Arok, sehingga terjadilah pertempuran yang
sengit antara Ken Arok dan pasukan Kediri dimana pasukan Kediri berhasil
dikalahkan dalam pertempuran. Di dalam masa kehancuran dari kerajaan Kediri
ini, maka pasukan Kediri lari tunggang langgang.
Maka tersebut dua orang perwira yang sangat gagah berani yang masih ada
hubungan darah dengan Jaya Katowang dan Ciwa Waringin yaitu Jaya Katha dan Jaya
Waringin. Didalam pertempuran yang sengit Jaya Katha dapat pula melarikan diri
beserta dengan istrinya de daerah Tumapel, dimana istri tersebut sedang hamil.
Di daerah Tumapel inilah beliau disambut oleh keluarga Gajah Para ( keluarga
dan istri) dan keluarga Kebo ijo.
Di daerah Tumapel beliau lama disana yang akhimya beliau melahirkan 3
putra (tiga) seperti tersebut dalam Babad Arya Kanuruhan
sebagai berikut : ”Pira kunang Suwenira
hanengkana marek pawekang kala, ri wekasan Jaya Katha awangsa jaiu tatiga
Jyesta abhiseka Arya Wayahnn Dalem Manyeneng. Panghulu apanagaran Arya
Katanggaran, Pamungsu Arya Nuddhata, tan waneh ibu sira katiga sangkana Wangsan
sira Jaya Katha.”
Terjemahannya :
Setelah sedemikian lama beliau berada di sana ( Tumapel ) maka akhirnya
Jaya Katha melahirkan 3 orang putra yang bernama Arya Wayahan Dalem. Yang ke
dua, Arya katanggaran, dan ketiga yang terkecil bernama Arya Nuddhata, oleh
karena ibu mereka berjumlah 3 (tiga ) orang, demikianlah keturunan Jaya Katta.
Tersebutlah sekarang putra beliau yang Nomor dua yang bernama Arya
Katanggaran mengambil istri dari keluarga Kebo Ijo, yang mana akhimya
perkawinan ini melahirkan Kebo Anabrang beliau diberi nama Kebo Anabrang karena
beliau diutus oleh raja Singosari ke daerah seberang Melayu dalam rangka
memupuk persahabatan dengan kerajaan Melayu dan Sri Wijaya karena kedua negara
ini memiliki angkatan laut yang sangat.kuat dan Sri Wijaya adalah negara
marinir dalam rangka persahabatan ini, Kebo Anabrang datang ke Tanah Melayu
dengan pasukan yang disebut ciengan nama pasukan Pamalayu ( 1275-1292 )
Kedatangan pasukan Pemelayu dari daerah Melayu setelah menyelesaikan masa
tugasnya maka setibanya di Singosari mereka tidak melihat lagi kerajaan
Singosari, sehingga datanglah Kebo Anabrang ke kerajaan Mojopahit karena
kerajaan Mojopahit adalah di perintah oleh Raden Wijaya yang merupakan. pewaris
langsung dan kerajaan Singosari. disamping Raden Wijaya juga mengawasi ke empat
putra kerajaan Singosari.
Kedatangan Kebo Anabrang dari Melayu maka beliau membawa dua orang putri
yang bernama Dara Petak dan Dara Jingga kedua puitri kerajaan Melayu ini dipersembahkan
kepada Raden Wijaya. Dara Petak diperistri oleh Raden Wijaya, yang nantinya
melahirkan putra bernama Kala Gemet. Sedangkan Dara Jingga kawin dengan
keluarga raja maka lahirlah Aditya Warman, yang nantinya menjadi raja di
kerajaan Melayu.
Kedatangan pasukan Pemelayu ini membuat besarnya hati Raden Wijaya di
kerajaan Mojopahit, oleh karena itu beliau menobatkan diri menjadi raja pada
tahun 1294, setia di dampingi oleh Panglima perang Kebo Anabrang. Setelah beberapa
lama Kebo Anabrang bertempat tinggal di Mojopahit, akhirnya beliau mengambil
istri dari keluarga ksatrya keturunan Singosari. Perkawinan dengan putri
Singosari, melahirkanlah ia seorang putra bernama Kebo Taruna, yang merupakan
nama yang diberikan oleh ayah beliau saat beliau masih kecil, sedangkan nama
julukan yang diberikan kepadanya, bila menghadapi perang dan sebagai Panglima
perang, adalah Sirarya Singha Sardhula, karena beliau bagaikan Singha
menghadapi musuh di medan perang. Lama kelamaan Kebo Taruna ini diberi pula
julukan Kanuruhan saat beliau diajak oleh Gajah Mada mengadakan penyerangan ke
Bali, dalam rangka melaksanakan sumpah Palapa. Beliau diberi nama Kanuruhan
karena jabatan beliau dalam expidisi ke Bali, beliau diberikan pangkat sebagai
Kanuruhan, yang lama kelamaan beliau memakai gelar Sirarya Kanuruhan.
PERKEMBANGAN KELUARGA
KANURUHAN DI BALI
Tahun 1343 adalah mempakan tahun expedisi ( penyerangan ) Gajah Mada ke
tanah Bali, karena pada waktu ini Raja Bali yang bergelar Sri Asta Sura Ratna
Bhumi Banten telah merasa yakin akan kekuatan dirinya dan ingin melepaskan diri
dari kerajaan Mojopahit yang pada waktu ini diperintah oleh seorang raja putri
bernarna Tri Bhuana Tungga Dewi, karena pada umumnya raja raja Bali sangat erat
hubungannya ( hubungan darah } dengan raja Kediri, sehingga sangatlah sukar
bagi raja Bali untuk melepaskan diri dengan raja Kediri. Untuk itu raja Bali
mengadakan persekongkolan dengan raja Suradenta dan Suradenti dari Kerajaan
Blambangan dalam rangka bekerja sama untuk menggempur Mojopahit, dan kerja sama
ini di tanda tangani oleh Maha Patih Pasung Grigis mengatas namakan raja.
Pimpinan expedisi ke tanah Bali, di pimpin langsung oleh Gajah Mada beserta
Arya Arya lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari empat jurusan
yakni dari jurusan timur di bawah pimpinan Gajah Mada. Dari jurusan utara di
bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin. Dari jurusan barat
di pimpin oleh tentara Sunda, dari jurusan selatan di pimpin oleh Arya Kenceng,
Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong. Sedangkan Panglima
Bali pada saat ini muncullah menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki
Tunjung Tutur dan Ki Kopang menghadapi serangan dari utara Ki Girilemana dan Ki
Bwangkang. Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur,
Dhemung Anggeh, dan Ki Tambyak, Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan
Pangeran Madatama dalam perang yang sengit ini masing-masing panglima telah di
hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuruhan yang memimpin
pasukan dari selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan
sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat
mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. Ki Tambyak dapat di
kalahkan oleh si Arya Kenceng, sedangkan Ki Gudug Basur sangat kebal tidak
ditembus dengan senjata. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki
Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur
hanya sendirian, menghadapi Panglima Mojopahit silih berganti, akhimya Ki Gudug
Basur mati kepayahan kehabisan nafas. Bedahulu terkepung dari semua jurusan
pertempuran berkobar dan menimbulkan korban yang sangat banyak. Pangeran
Madatama pemimpin perang merupakan putra mahkota, kerajaan Bedahulu gugur dalam
pertempuran dan gugurnya putra mahkota ini menyebabkan sedihnya raja Bedahulu
dan akhirnya wafat. Pertempuran di lanjutkan oleh Ki Pasung Gerigis dan pasukan
Ki Pasung Gerigis tidak mampu di tandingi oleh pasukan Gajah Mada dan Arya
lainnya sehingga pasukan Gajah Mada merasa kewalahan menghadapi pasukan Pasung
Grigis, yang akhimya pasukan Gajah Mada menaikkan bendera putih, untuk mengadakan
penindingan dengan Pasung Grigis. Pasung Grigis sarigat gembira karena itu
terjadilah persahabatan dengan tentara Mojopahit. Pada saat terjadi perdamaian
ini datanglah utusan dan Mojopahit, yaitu Kuda Pengasih yang merupakan adik
sepupu dari Ken Bebed yaitu istri dari Gajah Mada. Kedatangan Kuda Pengasih ke
Bali untuk memohon agar Gajah Mada cepat kembali ke keraton Mojopahit. Pada kesempatan
yang baik ini Gajah Mada mengajak Ki Pasung Grigis pergi ke Mojopahit dengan
membawa emas manik, sebagai tanda persahabatan. Setelah berada di Mojopahit Ki
Pasung Grigis merasa dirinya tertipu, dimana ia menang perang, namun kalah
taktik, karena menghadap Mojopahit berarti kalah total. Pada saat Gajah Mada
meninggalkan Bali, maka untuk keamanan pulau Bali, maka Gajah Mada menempatkan
tentaranya di pulau Bali sebagai berikut, Arya Kuta Waringin di Gelgel, Arya
Kenceng di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal, Arya Belotong di Pacung, Arya
Sentong di Carang sari, Arya Kanuruhan di Tangkas, Kryan Punta di Mambal, Kryan
Jerudeh di Temukti, Kryan Tumenggung di Patemon, Arya Demung Wang Bang di
Kertalangu. (keturunan Kediri ), Arya Sura Wang Bang ( Keturunan Lasem ) di
Sukahet, Arya Wang Bang ( Keturunan Mataram ) di pusat Bedahulu, Arya Melel Cengkrong ( Jaran bhana ) di Jembrana,
Arya Pemacekang di Bondalem. Untuk meredakan hati Ki Pasung Grigis terhadap
Mojopahit maka Pasung Gngis diangkat sebagai menteri kerajaan Bedahulu, namun
tetap diawasi oleh Gajah Mada, Untuk menguji kesetiaan Pasung Grigis terhadap
Mojopahit maka Pasung Grigis di perintahkan untuk menumpas gerakan raja
Sumbawa, yang bernama Dedela Natha, yang igin melepaskan diri terhadap kerajaan
Mojopahit, disinilah Ki Pasung Grigis mati dalam medan perang bersama - sama
dengan raja Sumbawa dalam perang tanding.
Dengan tiadanya Ki Pasung Grigis terjadilah kekosongan pemerintahan di
pulau Bali, walaupun sebahagian besar tentara expidisi Gajah Mada di tempatkan
di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata pasukan ini tidak mempu
menjamin ketertiban sepenuhnya, karena tentara Mojopahit kurang bijaksana dan
selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang pemenang, sedangkan orang Bali
belum bisa menerima pemerintahan Mojopahit yang bukan merupakan keturunan raja
- raja Daha, dengan demikian keadaan semakin menjadi kacau karena munculnya
pemberontakan - pemberontakan.
Melihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung, Pamacekan dan Ki Pasekan,
Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke Mojopahit dan mohon
diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang ada di tanah Bali. Terpikirlah
oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari tokoh yang masih ada hubungannya
dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan kesetiaannya terhadap Mojopahit.
Setelah dinindingkan maka terpilihlah putra dari Mpu Kepakisan yang bernama
Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana yang masih ada hubungan darah
dengan Daha (Kediri), sehingga dengan pengangkatan ini maka status ke
Brahmanaannya diturunkan menjadi Ksatrya.
Kedatangan Dalem Ketut Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali ( Beliau
dinobatkan pada tahun ”Yoga Munikang
netra den ing Bhaskara (Caka 1274) maka beliau tidak memilih tempat di
Bedahulu. Akan tetapi beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud
untuk menjauhkan diri dari ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi
cukup dekat untuk mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan
dengan obyektif. Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang
Bali Aga masih belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samplangan, walaupun
sudah dipenuhi tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh
Patih Ulung. Untuk melemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka Gajah Mada
mengirim beberapa pasukannya ke Bali, seperti Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur,
dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga, dan tidak dapat
berbuat banyak. Setelah aman kerajaan, maka disusunlah struktur pemerintahan
Bali seperti
Raja : Penguasa tertinggi.
Patih Agung. : Perdana Menteri.
Patih :Bata Mantra
(Tanda Manteri. )
Demung : Urusan Upacara
Temenggung : Pemimpin tentara
Rakyat
Di dalam mengatur pemerintahan, maka Arya Kanuruhan dan Arya Kuta
Waringin mendapat tempat sebagai menteri Sekretaris Negara, karena kedua orang
ini merupakan ksatrya keturunan Kediri, dan sangat pandai dalam ilmu
pemerintahan Negara. Untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan, maka
diangkatlah Pangeran Nyuh Aya menjadi Patih Agung , Arya Wangbang menjadi
Demung. Demikianlah akhirya raja Kresna Kepakisan Wafat pada tahun caka 1302. Tersebutlah
sekarang Si Arya Kanuruhan yang menjadi Menteri Sekretaris Negara dan bertempat
tinggal di wilayah Tangkas kini beliau telah menginjak masa tua dan beliau
telah banyak menulis buku - buku tentang Sasana Mantri (job training dari
masing - masing Mantri) oleh karena itu beliau selalu diikut sertakan sebagai
pendamping raja guna memberikan pertimbangan sesuatu sebelum diputuskan oleh
raja.
Segabai generasi penerus yang
dilahirkan oleh Arya Kanuruhan antara lam adalah:
-Arya Brangsinga, anak yang tertua
-Arya Tangkas, adalah putra beliau yang nomor 2 ( dua ).
-Arya Pegatepan adalah putra beliau yang nomor 3
BRANGSINGA
Putra beliau seperti tersebut di atas memiliki ilmu yang sama dalam
pemerintahan negara oleh karena itu kesemua putra beliau dipergunakan sebagai
pendamping raja. Sedangkan putra beliau yang tertua yaitu Arya Brangsinga
diangkat oleh raja sebagai pengganti ayahanda Arya Kanuruhan sebagai menteri
Sekretaris Negara. Yang sangat menyukarkan bagi Arya Brangsinga dalam
pemerintahan, karena sang raja yang bergelar Dalem Hile kurang waras, sehingga
akhirya banyak yang menghadap dari Jawa tidak puas, oleh karena itu Arya
Brangsinga akhimya mengadakan sidang kerajaan untuk mengambil keputusan untuk
pengangkatan Dalem ketut Ngelesir menjadi Raja. Beliau Dalem Ketut Ngelesir,
setiap hari pergi ke desa - desa untuk berjudi, berkat kebijaksanaan para Mentri
maka akhimya beliau diketemukan di desa Pandak oleh Bendesa Gelgel dan disini
beliau dimohonkan untuk menjadi raja, sehingga berdirilah kerajaan baru, yaitu
kerajaan Gelgel, tahun Caka 1305. Di dalam menjalankan pemerintahan, Dalem
Ketut Ngelesir mengangkat beberapa pendamping antara lain :
-Kryan Patandakan, menjadi Tanda
Mantri.
-Arya Kebon Tubuh, menjadi Patih.
-Arya Brangsinga menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Arya Brangsinga
yang berkedudukan sebagai Mentri Sekretaris Negara, lalu beliau mempunyai dua
orang putra yang diberi nama :
-Kiyayi Brangsinga Pandita ( Anak pertama )
-Kiyayi Madya Kanuruhan, ( anak ke dua )
Kedua putra beliau ini sangat tampan dan memiliki ilmu pemerintahan yang
sangat tinggi oleh sebab itu salah satu putra beliau yang bernama Kiyayi
Brangsinga Pandita, dipercayakan sobagai pendamping raja Dalem Ketut Smara
Kepakisan ( Dalem Ketut Ngelesir). saat beliau di undang untuk menghadap kepada
Sri Maha Raja Hayam Wuruk di Kerajaan Mojopahit, pada waktu raja Hayam Wuruk
akan melakukan upacara Caradha, yaitu Upacara yang dilakukan setiap 12 tahun
sekali dengan tujuan untuk menghormati arwah nenek moyang raja - raja
Mojopahit, disamping upacara ini sebagai upacara keagamaan maka upacara ini
mengandung pula arti politik dimana pada upacara ini menghadaplah para adipati
dan raja raja bawahan dengan membawa upeti sebagai tanda patuh, sehingga raja
Hayan Wuruh, martabatnya menjadi naik.
Pada saat menghadapnya raja Bali dihadapan Sri Baginda Hayam Wuruk, maka
raja Bali mendapat pituah di dalam pemerintahan hendaknya berpegang teguh pada
Manawa Dharma Castra, yang merupakan pedoman hukum di dalam menjalankan roda
pemerintahan, disamping itu maka Sri Baginda Maha Raja Mojopahit juga
menganugrahkan keris kepada raja Bali yang diberi nama:
-
Keris Canggu Yatra, karena keris ini dapat berputar-putar
di desa Canggu.
-
Keris yang diberi nama Naga Basuki,Yaitu keris
yang berisi gambaran Naga Taksaka yang sangat sakti.
Setelah tiba di
rumah yaitu pulau Bali, maka pemerintahan dapat berjalan dengan lancar sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh kerajaan Mojopahit. Pada saat pemerintahan
Dalem Watu Renggong di Gelgel, tersebutlah beliau Kiyayi atau Arya Brangsinga
telah menjadi tua dan akhirnya beliau diganti oleh putra beliau yang tertua
yaitu Arya ( Kiyayi) Brangsinga Pandita sebagai Manteri Sekretaris Negara.
Karena mahirnya beliau di dalam ilmu ke Tata Negaraan maka beliau di berikan
anugrah atau piagam oleh raja Dalem Waturenggong yang disaksikan oleh Brahmana
- brahmana keturunan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh. Adapun isi piagam itu sebagai
berikut:
”Hai kita Brangsinga, kita tosing Ksattya,
mangke Arya pwa pawakanta, apaart ira amatihi ingong, Ingong Iccha Pyagam,
gagaduhan iawan kita, sinerating lapihan, maka pamiket baktin ta atuhan, Yeka
wistrakena, ri santana prakti santananta kateka tekeng wekas, didine tan
singsala ring ulah anawi, angamong manteri sasana, mwang sapratyekaning pati
Iawan hurip, Ingong lugraha ri kita, aywa cawuh mwang bucecer, aywa predo, apan
donating uttama ri kawanganta, mwah wus siddha linugrahan, de sang wawu rauh,
apan mangkana mulaning Wilwatikta.”
Terjemahannya:
Hai engkau Brangsinga, kamu adalah keturunan dari Ksatrya, sekarang kamu kuberikan
nama Arya karena kamu sangat patuh padaku ( Raja), aku akan membenkan piagam kepadamu,
yang kamu harus pegang atau tulis pada Iempengan, sebagai tanda baktimu kepada
raja, itulah yang patut engkau ikuti, sampai dengan keturunanmu, agar jangan
menimbulkan hal yang tidak baik didalam kamu mengabdi, kamu sewajarnyalah
memegang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh para menteri (Menteri
Sasana ) baik memberikan hukuman mati maupun hidup, hal ini aku serahkan semuanya
padamu, janganlah kamu bermain main, dan janganlah kamu lengah, oleh karena inilah utama penugrahanku ini.
Setelah diberikan anugrah yang maha suci oleh Sang Pandita Wawu Rawuh (
disaksikan ) karena dialah ( Brangsinga ) yang ikut datang dan menerima anugrah
di Mojopahit.
Demikianlah bunyi piagam yang diberikan oleh raja ( Dalem ) kepada keluarga
Barangsinga yang diterima oleh Kryan Brangsinga Pandita, dengan ucapan terima
kasih di bawah duli tuanku raja semoga piagam tersebut dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh prati sentanan atau turunan hamba. Setelah lama Kiyayi
Brangsinga berada di bumi maka beliau dimakan waktu dan menjadi tua dan akhimya
mati. Sebelum beliau meninggalkan dunia ini, beliau telah memiliki 2 ( dua )
orang putra yaitu:
- Ki Gusti Singa Kanuruhan, beliau diangkat
menjadi patih untuk melakukan perang.
- Ki Gusti Madya
Kanuruhan. beliau mengantikan ayah beliau menjadi Mantri Sekretaris Negara.
I Gusti Singa
Kanuruhan yang menjadi Patih atau senapati beliau kawin dengan seorang wanita
dari Padang Rata, dan berputra 3 ( tiga ) orang, dua laki laki dan satu
perempuan yang diberi nama:
-Yang pertama Ki
Gusti Brangsinga Pandita (untuk mengenang nama kakek beiiau ).
-Putra yang
kedua ini adalah wanita, di beri nama I Gusti Luh Padangrata.
-Putra yang
ketiga dan yang terkecil, adalah I Gusti Singa Padangrata
Sedangkan 1
Gusti Madya Kanuruhan yang menjabat Mantan Sekretaris Negara da zaman
pemerintahan Dalem Bekung, dan dari beliau ini monghasilkan 3 ( tiga ) putra
antara lain:
- Ki Gusti Gede
Singa Kanuruhan.
- Ki Gusti Madya
Abra Singosari
-Ni Gusti Ayu
Brangsinga yang nanti dipakai istri oleh I Gusti Ngurah Jelantik,
( cucu dari Jelantik Bogol)
Tersebutlah kemudian
Ki Gusti Madya Abra Singosari beliau ini mengganti-kan kedudukan ayahanda
menjadi Menteri Sekretaris Negara, yang mana beliau mengambil istri dari Padang
galak, akhirnya berputralah beliau yang diberi nama:
-Ki Gusti Luh
Padang Galak.
-Ki Gusti Singa
Lodra.
-Ki Gusti Kesari
Demade.
Ki Gusti Madya
Kanuruhan karena setia beliau pada raja Dalem Bekung, dimana kesalahan yang
dilakukan oleh Dalem Bekung mengenai masalah perempuan maka meletuslah
pemberontakan baru yang dipimpin oleh Pande Base, sehingga raja Dalem Bekung
melarikan diri yang pertama kearah Kapal dan kemudian pindah ke Purasi,
disinilah beliau menetap beserta Kiayi Gusti Madya Kanuruhan. Setelah Gelgel
kosong naiklah menjadi raja Ida Dalem Anom Sagening. Dalam pemerintahan beliau
sangat aman dan pembrontakan - pembrontakan mulai dipadamkan. Oleh sebab Ki
Gusti Madya Kanuruhan mengikuti Dalem Bekung dan bertempat tinggal di Purasi
maka sebagai Menteri Sekretaris Negara dalam pemerintahan Dalem Sagening adalah
Ki Gusti Madya Abra Singosari. Salah satu keturunan dari Brangsinga ini, ada
pula di kirim ke tanah Lombok, setelah beliau mengalahkan musuh di Kuta. Adapun
beliau ini bernama Ki Gusti Singa Padang Rata, putra dari I Gusti Brangsinga
Pandita. Oleh karena I Gusti Brangsinga Pandita hanya memiliki satu putra, dan
telah dikirim beperang ke tanah Lombok, maka beliau menjadi sepi yang akhirnya
beliau kawin lagi dengan I Gusti Luh Padang Galak. Dari Perkawinan ini maka
memperolehlah 3 ( tiga ) orang putra antara lain:
-I Gusti Padang
Rata, yang nantinya ditempatkan di desa Tanggu Wisia.
-Putra Nomor 2 (
dua ) bernama 1 Gusti Padang Galak.
-Yang terkecil,
Ki Gusti Padang Kanuruhnn, yang kemudian bertempat tinggal
diKuta
Diceritakan kemudian 1 Gusti Singa Lodra, putra dari I Gusti Abra Singosari,
beliau pergi meninggalkan Gelgel menuju desa Blahbatuh , bersama dengan Kryan
Jelantik yang masih merupakan ipar beliau, di Belahbatuh. Beliau bertempat
tinggal di desa Brangsinga di sebelah Selatan dari kota Belahbatuh, disini
beliau kawin lagi, maka beliau memperoleh putra tiga orang yaitu
Ki Gusti
Sabranga, yang nantinya berdomisili di Seblanga ( Badung )
Ki Gusts Made
Belang, beliau bertempat tinggal di Blangsinga ( Blahbatuh )
I Gusti Padang
Singa dari Putra kedua yaitu Ki Gusti Made Belang, beliau di Blangsinga,
berputra I Gusti Singa Padu. I Gusti Singa Perang. I Gusti Padang Singa. I Gusti
Singa ryata.
Kembali kita membicarakan masalah Gelgel. Sepeninggal beliau I Gusti Singa
Lodra, maka kedudukan sebagai menteri Sekretaris Negara dipegang oleh putra beliau
yang bernama:
-Ki Gusti
Brangsinga Pandita.
-Ki Gusti Madya
Kanuruhan
Satu putra yang
lain dari Brangsinga, adalah putra dari I Gusti Gede Singa Kanuruhan dan I
Gusti Madya Abra Kanuruhan kedua putranya mengikuti penyerangon dalem Pemayun
ke Purasi untuk membela Dalem Bekung. Adapun putra lain yang dimiiiki oleh
Singa Gede Kanuruhan ialah :
I Gusti singa
Nabrang
I Gusti Madya
Abra Singosari
I Gusti Nyoman
Singosari.
I Gusti Singa Gara.
Adapun putra ke
dua dan Singa Gede Kanuruhan, yang bemama I Gusti Madya Abra Singosari beliau
berputra:
I Gusti Wayan
singa kanuruhan
I Gusti Kesari
Dimade
I Gusti Nyoman
Singa Rai
Ki Grusti Nyoman Singa Raga.
Sedang putranya
yang bernama: Ki Gusti Singha Anabrang, beliau
menjadi kepala Desa Watwaya di Karangasem, dan bertempat tinggal di Selatan
Pasar.
Ki Gusti Nyoman Singosari beliau akhirnya bertempat tinggal di Menguwi,
dan akhirnya beliau pergi ke desa Penebel, dan terakhir beliau bertempat
tinggal di desa Rangkan. Ki Gusti Singa Gara beliau memerintah di Subagan,
putra putri beliau Abra Singosari seperti,
Ki Gusti Wayan Singa Kanumhan, memerintah di desa Bulakan, Ki Gusti Kesari
Dimade, memerintah di Ujung, Ki Gusti Nyoman Singa Rai, memerintah di Desa
Abyan Jero.
TANGKAS
Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering
pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau bertugas ( mendapat tugas ) dari raja
sebagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem,
sehingga Pangeran Tangkas dipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling aling
raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak
pernah ditolaknya. Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk
memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah
Kertalangu ( keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut
karena mereka dikalahkan oleh semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah
Kertalangu ditempatkannyalah Pangeran Tangkas disana.
Di Kertalangu inilah akhirya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran
Tangkas, beliau mempunyai seorang putra, yang bemama Kiyayi Tangkas Dimade.
Karena dimanjakan akibatnya Tangkas Dimade akhirya buta mengenai huruf sandi. Pada
suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana ( hukum
) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja ( Dalem )
untuk membawa surat ke Badung ( Kertalangu ). Adapun isi surat ini adalah
“pa - pa - nin - nga - tu - se - li
- ba - ne - te –ti”.
Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang
yang membawa surat ini, akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di
Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau
pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan
tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat
tersebut karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang
diberikan oleh utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut
diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. Pada saat ayahnya tiba di
rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya
dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada
putranya Tangkas Dimade, ” Anakku Tangkas,
apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem ? karena isi surat ini menyebutkan
bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat
ini ‘ Apakah dosamu terhadap Dalem ?” dan bingunglah ayahnya berpikir -
pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra beliau, ”Ya ayahku samasekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem,
sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita”.
Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya ”Jika demikian halnya, tetapkanlah
pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja ( Dalem ), bila kamu benar, hai ini
merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga.” Banyak
lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi
kematian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati
dibunuh oleh ayahnya. Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah
Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahnya. Sehingga banyaklah
warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai terjadinya musibah tersebut.
Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan
persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya - jaya dengan
diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha. Setelah selesai upacara mejaya -
jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam
perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang
jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka,
dan sedang senangnya hidup. Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade
melakukan persembahyangan kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran
jenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma.
Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil
keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah
Tangkas Dimade pada saat itu juga. Diceritrakan kembali orang yang membawa
surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan
sembah kepada raja dengan mengatakan, “Maafkan
hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba
telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat”. Melihat
kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja ) dan beliau berkata, “Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat
kembali ? Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu ? Katakanlah dengan
cepat !”. Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata, “Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku
telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat
tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab
Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali
ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali”.
Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan
segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung)
untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun
bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah
terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas
telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali
ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menerima laporan
beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau ” Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama
sekali karena baktimu kepadaku”.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra
beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau,
walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi
perintah Dalem tidak diperhatikan.
Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah
seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu ( Badung
), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap
raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel.
Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan
rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain - lainnya. Melihat Pangeran
Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran
Tangkas, serta dengan cepat raja berkata, “Marilah
engkau dekat padaku Tangkas” Berdatang sembahlah Tangkas, “Maafkan hamba orang yang hina dina ini
duduk di bawah Tuanku” Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih,
berkatalah kembali Sang Raja, ”Hai kamu
Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, mariiah
engkau dekat denganku”. Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah
Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati
raja. Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja
berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau ( raja
) sebagaiberikut:
” Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya
kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu
Apakah hai tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku
yang kurang tegas itu padamu?”, Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah
Pangeran Tangkas, ”Maafkanlah hamba
tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba
yaitu Tuanku sendiri“. Mendengar ucapan. Pangeran Tangkas itu terketuk hati
Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam
ajaran agama , karena itulah beiiau berpikir - pikir lalu bersabda,
“Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah
karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah
berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua Akan telapi
untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini
aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur
kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk
meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada
yang ku minta kepadamu adalah, Janganlahkamu
menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri, Apabila
anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil
dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung”
Dari hal
tersebut di atas maka Tangkas lalu berkata “Maafkanlah
hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba
akan terkutuk, sehingga hamba kena tulah ” dan hamba disebut langgana oleh
seluruh jagat”. Kemudian berkatalah Sang raja kembali, ”Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir
demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan“. Karena hal
ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja, kemudian diambii oleh
Tangkas, lalu di bawa ke Badung, dan sampai di Badung, maka diadakannya suatu
upacara perkawinan yang sangat besar, dengan mengundang banyak keluarga. Setelah
upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat
tampan dan gagah perkasa yang diberi nama PANGERAN TANGKAS KORI AGUNG . Oleh
karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali. Di daiam beberapa sumber
menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada Kiyayi Tangkas pada masa
mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari keluarga Bendesa Mas. Lahirlah
putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah - tengah keluarga
Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem. Akan
tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas.
Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau sering
datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhimya Sang raja meminta
kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini putri dari
keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali dan keturunan
dan Jawa tetap terpelihara, oleh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali
yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke
Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali
lainnya, seperti, Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi
amannya Bali, dari pemberontakan-pemberontakan orang yang tidak puas terhadap
Mojopahit. Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri
Kresna Kepakisan dinobatkan untuk menjadi raja di Bali, oleh Patih Gajah Mada. Untuk
mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran
Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas
Kori Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama
Gusti Ayu Tangkas Kori Agung. Unluk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas
Kori Agung dan mempererat hubungan dengan Pasek Gelgel, karena Pasek Gelgel
berada di Gelgel yang mempakan pusat ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga
berada di Geigel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu
Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel. Menurut Babad Pasek yang
diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun
1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini sebagai berikut :
“Hai anakku Gusti Agung Pasek Gelgel, karena
engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan diri kepadamu, oleh karena bapak
tidak mempunyai keturunan laki {tidak beranak laki - laki) kini ada seorang
anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah
kepadamu, Gusti Ayu, dan lagi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga
serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya
engkau menjadi anak angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku
menyelesaikan jenazahku, yang penting permintaanku ialah agar sama olehmu
melakukan upacara sebagai Bapak kandungmu sendiri, Dan peringatanku kepadamu,
oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya
jangan putus turunan - turunan kita dengan sebutan Bendesa Sebab supaya mudah
oleh beliau kelak mengingati turunan - turunan beliau bila ada lahir. Kini oleh
karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila
kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, ada anakmu lahir
dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bendesa
Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya
nanti di Sorga. ” ( Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82,
Tahun; 1982 ).
Demikjanlah kata - kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori
Agung, lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara - saudara sepupu dan
mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara - saudara Pasek, sehingga akhirya
terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung. Jadi
status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin
dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah
Tangkas Kori Agung, yang Juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti
Pasek Gelgel, di samping tamu yang lainnya. Dari Perkawinan antara Gusti Ayu
Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 ( empat orang
putra dengan nama yaitu:
Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
Anak kedua Bendesa Tangkas.
Anak ketiga Pasek Tangkas.
Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.
Demikianlah ketuainan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas
seterusnya.
Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengan
raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja
sebagai berikut:
1.
Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari
raja lebih – lebih Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja
Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak
sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan
susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,yang akhirnya pemberontakan
Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
2.
Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari
raja maka Tangkas diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
a.
Tangkas tidak boleh dihukum mati.
b.
Tidak boleh dirampas artha bendanya.
c.
Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman
mati dapat dilakukan dengan hukuman buangan selama satu bulan.
d.
Bebas pajak.
e.
Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus
dihapuskan. Jasmat kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh
Tuhan.
3.
Melakukan upacara yang ada di Besakih.
PEGATEPAN
Putra dari Arya
Kanuruhan yang nomor 3 (tiga ) adalah Kiyayi Pegatepan. putra beliau yang
ketiga ini sangat cerdas, disamping sangat tangkas Sebagai seorang prajurit
kerajaan, maka Kiyayi Pegatepan mendapat tugas untuk mengamankan kekacauan yang
ada di daerah Tianyar ( bekas daerah Ki Tunjung Tutur ) Pada masa pemerintahan
Dalem di Gelgel, maka pada waktu ini yang diberikan hak untuk menguasai dan
mengamankan daerah Tianyar, adalah keturunan dari Sira Arya Gajah Para. Dua
orang cucunya dan Sira Arya Gajah Para yaitu Kiyayi Ngurah Tianyar, dan adik
kandungnya yang bernama Kiyayi Ngurah Kaler, dimana kedua kakak beradik ini
mengadakan suatu persengketaan yang sangat hebat, dengan melibatkan beberapa
pengikutnya di Tianyar yang menyebabkan kacaunya daerah Tianyar serta keamanan
tidak terjamin. Adapun permasalahan yang menimbulkan persengketaan sengit ini
adalah masalah berselisih pendapat tentang jalannya pelaksanaan Upacara
Pengabenan dari jenazah ayah mereka. Dengan memuncaknya perang yang sangat
hebat ini maka keamanan di daerah ini sangat menyedihkan sehingga kekacauan ini
sampai ditelinga raja di Gelgel. Untuk mengamankan dan mendamaikan kedua kakak
beradik ini dikirimkannyalah pasukan dari Gelgel di bawah pimpinan Kiyayi
Pegatepan. Kiyayi Pegatepan tiba di Tianyar, dengan pasukan pilihan masuk
menyelusup ke wilayah pertempuran, sehingga Kiyayi Ngurah Tianyar dan adiknya
Kiyayi Ngurah Kaler, keduanya gugur di medan pertempuran. Gugurnya kedua
saudara ini masing - masing meninggalkan istri mereka dengan anak yang masih
kecil (bayi). Sedangkan Kiyayi Ngurah Kaler meninggalkan istri yang sedang
mengandung. Karena gugurya kedua cucu dan Gajah Para, dan keamanan belum
terjamin sepenuhnya, maka atas perintah raja, Kiyayi Pegatepan ditugaskan terus
di Tianyar, sampai desa tersebut betul - betul aman Karena lamanya Kiyayi
Pegatepan berada di daerah Tianyar, maka makin lama makin senanglah beliau
memegang wilayah tersebut dan akhirnya beliau berketetapan hati untuk tidak meninggalkan
wilayah tersebut.
Diwilayah Tianyar inilah beliau akhirnya mengambil istri yang nantinya
melahirkan dua orang putra yang masing -masing putra beliau bernama Putra
pertama diberi nama Kiyayi pegatepan Putra kedua Kiyayi Madhya Bukian. Karena
lamanya beliau tinggal di Tianyar, maka kedua putranya ini masing -rnasing
menurunkan keturunannya sedemikian banyak Keturunan inilah terus tersebar ke
desa desa, keseluruh pelosok wilayah Bali. Tianyar merupakan daerah terpencil
dimana hubungan dengan pusat, menjadi jauh sehingga penulisan dan siisilah
keluarga dan Kiyayi Pegatepan tidak diuraikan lagi